1. konflik internal badan legislatif
Indonesia.
Perseturuan dua kubu di DPR merupakan tontonan yang tidak mendidik dan dibenci masyarakat. Mayoritas masyarakat kecewa dengan perilaku egositis yang ditampilkan para angota DPR tersebut.
Janji mereka yang katanya akan memperjuangankan amanat rakyat menjadi tidak terbukti dan mungkin tidak dipercayai oleh rakyat sendiri. Banyak komentar miring dari rakyat yang bisa kita baca di dunia sosial media dan surat pembaca koran-koran, mengenai tontonan pertikaian KMP dan KIH.
Untuk itu, sebaiknya para wakil rakyat tersebut segera menyudahi dan bekerja menjalankan tugas dan fungsinya, sebagaimana tanggung jawab yang diembanya.
Mestinya DPR harus lebih peka terhadap kepentingan dan suara rakyat ketimbang supersensitif terhadap jabatan dan posisi yang hari ini diperebutkan. Mestinya juga, mereka segera menghentikan kegaduhan politik dan memulai bekerja mengawal program-program pemerintah yang benar-benar menyejahterakan rakyat. Kalo hal demikian tidak disudahi, citra DPR bakal semakin buruk lagi di mata rakyat.
hal ini akan berdampak pada ketidakpercayaan rakyat terhadap lembaga legislatif, yang tentunya 5 tahun kedepan, rakyat mungkin akan bersikap antipati atau mungkin berbalas dendam dengan 'mengorot" uang caleg-caleg yang sedang bersaing merebut simpati dan kepercayaanya.
2.
Konflik internal partai politik
Lemahnya transformasi kelembagaan di tubuh partai dinilai menjadi salah satu faktor penyebab parpol rawan konflik. Alasannya, proses modernisasi partai terkendala oleh motif temporer elite parpol bersangkutan.
ada beberapa faktor yang menyebabkan partai-partai seperti PPP dan Golkar itu rawan konflik. :
Pertama, soal lemahnya tranformasi kelembagaan di tubuh partai. Sehingga menyebabkan parpol tidak berbasis sistem melainkan berbasis selera dan kepentingan elite yang punya akses.
kedua, problem kultur yang mengalami pemolaan yang mapan bahwa Golkar merupakan partai yang senantiasa di dalam kekuasaan. Akibatnya, secara mental, hal ini kerap membawa Golkar pada pola koalisi koopsi yang ditandai dengan pola hubungan gonta-ganti pasangan.Sehingga dampaknya pada peta kekuatan Golkar yang kerapkali tak bisa dipisahkan dari dinamika dengan pihak eksternal dimana kekuatan non Golkar terutama yang sdng berkuasa tertarik untuk menarik-narik Golkar agar menjadi mitranya.
Ketiga, faksi-faksi di tubuh Golkar banyak dan ego di antara mereka juga kuat dampaknya maka setiap munas mereka tak pernah memiliki figur utama yang kuat. Itu karena, banyak faksi diisi para politisi kawakan dan mereka saling berlomba menguasai basis formal organisasi, sehingga kerapkali Munas tuntas dari segi prosedural tetapi tidak menghadirkan kohesi di antara mereka.
0 komentar:
Posting Komentar