BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sejak
Indonesia tidak mampu lagi mencapai swasembada pangan, berbagai perubahan
kebijakan terus dilakukan pemerintah dalam pengelolaan irigasi. Alasan utama
yang muncul perubahan kebijakan tersebut adalah keterbatasan anggaran yang
dimiliki oleh pemerintah. Namun jika dikaji lebih dalam, perubahan tersebut
juga tidak terlepas perubahan model kebijakan irigasi pada tingkatan
internasional. Dominasi pemerintah dalam pembangunan irigasi pada masa revolusi
hijau dipandang sebagai penyebab utama kegagalan pembangunan irigasi termasuk
di Indonesia. Salah satu dari kegagalan tersebut adalah ekspansi besar-besaran
daerah irigasi tidak diimbangi dengan ketersediaan dana untuk melakukan
operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi. Dengan demikian pemindahan tanggung
jawab operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi dari pemerintah kepada
petani (P3A) dipandang sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi dalam
pembangunan sektor irigasi. Konsep inilah yang sebenarnya diadopsi oleh
pemerintah Indonesia di sektor irigasi atau yang lebih dikenal sebagai
Irrigation Management Transfer (IMT), yang menempatkan P3A sebagai aktor
utama dalam operasional dan pemeliharaan jaringan irigasi.
Salah
satu prasyarat yang dibutuhkan untuk menjalankan IMT ini adalah hak guna air
(water use rights). Bank Dunia sendiri mendefinisikan hak-hak irigasi dalam
tiga kategori yaitu management kontrol, fasilitas fisik dan air. Khusus hak
atas air (water rights) irigasi adalah seberapa banyak air yang dapat
diberikan kepada petani untuk menjamin kecukupan air bagi lahan petani anggota
P3A lainnya. Pada intinya IMT mendorong adanya transfer otoritas
pengambilan keputusan dalam pengelolaan irigasi kepada P3A.
Beberapa
studi terhadap IMT menunjukkan dampak yang positif baik terhadap petani maupun
keberlajutan system irigasi. Hal ini meliputi perbaikan distribusi
air yang adil kepada petani dan meningkatnya partisipasi petani dalam proses
pengambilan keputusan. Namun studi lain juga menunjukkan bahwa IMT berdampak
negatif, antara lain rendahnya skala ekonomi P3A untuk menyediakan
layanan sesuai dengan sistem yang ada, petani juga diminta untuk membayar
jasa air lebih mahal tanpa adanya perbaikan dan efisiensi layanan. Dan
yang terpenting sebenarnya adalah bahwa IMT memperkenalkan P3A sebagai
sebagai langkah awal untuk merubah sistem pertanian subsisten menjadi tanaman
yang bersifat komersial. Dengan tanaman komersial dan ketersediaan pasar petani
kecil akan mampu membayar iuran kepada P3A untuk operasional dan
pemeliharaan serta perbaikan jaringan irigasi. Dan pada akhirnya
pemerintah dapat menghilangkan subsidi maupun pengeluaran yang terkait
dengan pembangunan irigasi.
Hal
lain yang juga perlu dicermati adalah ketidakjelasan status jaringan
irigasi di Indonesia. Jika jaringan irigasi dipandang sebagai barang publik
(public goods), seharusnya petani tidak dibebankan untuk membayar biaya jasa
layanan air irigasi. Tetapi jika jaringan irigasi dipandang sebagai common
property goods , maka petani harus membayar jasa layanan air tersebut. Persoalannya
dengan kebijakan irigasi sekarang adalah ada dua penyedia layanan jaringan
irigasi yaitu pemerintah dan P3A dan keduanya berhak untuk menarik jasa layanan
air tersebut kepada petani, yang tentu saja membawa implikasi pada semakin
beratnya beban petani.
Dari uraian diatas hal menjadi topik
adalah perlunya pengaturan air untuk tanaman agar dapat maksimal dan efifien
dalam pemanfaatannya, dan salah satu hal yang bisa dilakukan adalah dengan
membangun irigasi. Namun apakah arti irigasi tersebut sebenarnya? serta apakah
manfaat dari irigasi tersebut apabila ditinjau secara langsung maupun tidak
langsung? untuk menjawab pertanyaan tersebut, kita akan mempelajarinya satu -
persatu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah system irigasi di Indonesia
?
2.
Apa yang terjadi dengan system
irigasi di Indonesia sekarang ini ?
C.
Tujuan
Untuk
mengetahui bagaimana system irigasi di Indonesia dan apa yang terjadi dengan
system tata air di Indonesia sekarang ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Sejarah dan Konteks Reformasi
Irigasi di Indonesia.
Pada
tahun 1999, perubahan besar terjadi di sektor sumberdaya air di Indonesia,
dengan munculnya kebijakan untuk melakukan reformasi sektor sumberdaya
air di Indonesia yang didukung oleh Bank Dunia melalui WATSAL. Seperti sudah
diungkapkan di atas, ada dua aspek terkait yaitu manajemen sumberdaya air
dan manajemen layanan. Kedua aspek tersebut menjadi bagian dari reformasi
sumberdaya air di Indonesia. Salah satu bagian dari dua aspek tersebut adalah
reformasi di sektor irigasi.
Jika
dilihat lebih dalam, reformasi sektor irigasi sudah dilakukan sudah dilakukan
sejak tahun 1987. Dengan alasan keterbatasan dana, pemerintah pada tahun 1987
melakukan reformasi kebijakan di sektor irigasi yang dikenal dengan Irrigation
Operation and Maintenance Policy (IOMP). Kebijakan tersebut merupakan hasil
dari dialog kebijakan (policy dialogue) antara pemerintah Indonesia dan Bank
Dunia serta ADB yang tidak lain adalah prakondisi untuk memperoleh dana
pinjaman baru di sektor irigasi. Reformasi kebijakan sektor irigasi yang
dibiayai oleh Bank Dunia melalui The First Irrigation Subsector Project (ISS
I), ISSP II, dan Java Irrigation and Water Resources Management Project
(JIWMP), pada intinya memperkenalkan kebijakan baru di sektor irigasi yaitu
turnover management, irrigation service fee dan efficient operational dan
pemeliharaan . Sebagai bagian dari reformasi pengelolaan irigasi, petani dalam
hal ini P3A diharapkan dapat berperan aktif untuk ikut dalam pengelolaan
irigasi. P3A merupakan sebuah organisasi pengelola irigasi yang dibentuk oleh
pemerintah (top-down approach) sebagai penggganti organisasi pengelola irigasi
tradisional seperti Ulu-Ulu, Raksa Bumi, Tudung Sipulung dan sebagainya.
Dalam
perjalanannya IOMP dianggap gagal, salah satu persoalannya adalah masalah
kelemahan manajemen, yang disebabkan fokus pembangunan irigasi lebih
berorientasi pada hal-hal yang bersifat teknis dan fisik bangunan irigasi,
sedangkan faktor-faktor sosial dan institusional yang bersifat spesifik lokal
luput dari perhatian. Kondisi tersebut membawa implikasi pada marginalisasi
kemampuan petani dalam mengelola irigasi dan menjadikan P3A sebagai
perpanjangan tangan birokrasi pada waktu itu.
Pada
tahun 1999 Presiden mengeluarkan Inpres No.9 tahun 1999 tentang Pembaruan
Kebijakan Pengelolaan Irigasi (PKPI) yang berisi isntruksi kepada Menteri
Pekerjaan Umum untuk (1) melakukan koordinasi mempersiapkan kerangka peraturan
dan perundangan dan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk memperbaharui
kebijakan pengelolaan irigasi, (2) Pembaruan Kebijakan Pengelolaan Irigasi yang
dimaksud meliputi (a) pengaturan kembali fungsi dan tugas lembaga
pengelola irigasi, (b) pemberdayaan perkumpulan petani pemakai air (P3A), (c)
Penyerahan Pengelolaan Irigasi kepada P3A, (d) Pengaturan Pembiayaan
Pengelolaan Irigasi, (e) Keberlanjutan Pengelolaan Sistem Irigasi.
Berdasarkan
komponen-komponen tersebut kemudian pemerintah menerbitkan PP No.77 tahun 2001
tentang Irigasi. Terbitnya PP tentang irigasi ini kemudian menjadi polemik
ketika pada tahun 2003 pemerintah (Departemen Kimpraswil) mengumumkan
“moratorium” pemberlakuan PP ini, dengan alasan pada waktu itu masih ada
pembahasan soal RUU Sumberdaya Air, pemindahan kewenangan pengelolaan irigasi
akan membebani petani terutama petani miskin . Hal ini menimbulkan “kekecewaan”
bagi kelompok pendukung PKPI , dengan alasan bahwa pengumuman “moratorium”
tersebut tidak dilakukan secara tertulis akan tetapi hanya perintah lisan yang
disampaikan dalam rapat kerja Kimpraswil atau rapat-rapat internal lainnya dan
tidak pernah dalam bentuk bahan tertulis dan menunjukkan bahwa pemerintah
ragu-ragu dalam upaya memberdayakan petani. Dan dengan berlakunya UU No.7
tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, kebijakan irigasi di Indonesia kembali
seperti semula, dimana tanggung jawab pengelolaan dan pemeliharaan jaringan
irigasi primer dan sekunder berada di tangan pemerintah, sedangkan
jaringan tersier menjadi tanggung jawab petani.
B.
Irigasi
Irigasi
adalah semua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan dengan usaha untuk
mendapatkan air guna keperluan pertanian. Usaha yang dilakukan tersebut dapat
meliputi : perencanaan, pembuatan, pengelolaan, serta pemeliharaan sarana untuk
mengambil air dari sumber air dan membagi air tersebut secara teratur dan
apabila terjadi kelebihan air dengan membuangnya melalui saluran
drainasi.
Secara
garis besar, tujuan irigasi dapat digolongkan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu :
Tujuan
Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan untuk membasahi tanah berkaitan
dengan kapasitas kandungan air dan udara dalam tanah sehingga dapat dicapai
suatu kondisi yang sesuai dengan kebutuhan untuk pertumbuhan tanaman yang ada
di tanah tersebut. Tujuan Tidak Langsung, yaitu irigasi mempunyai tujuan yang
meliputi : mengatur suhu dari tanah, mencuci tanah yang mengandung racun,
mengangkut bahan pupuk dengan melalui aliran air yang ada, menaikkan muka air
tanah, meningkatkan elevasi suatu daerah dengan cara mengalirkan air dan
mengendapkan lumpur yang terbawa air, dan lain sebagainya.
Irigasi
didefinisikan sebagai suatu cara pemberian air, baik secara alamiah ataupun
buatan kepada tanah dengan tujuan untuk memberi kelembapan yang berguna bagi
pertumbuhan tanaman.
Secara alamiah air disuplai kepada tanaman
melalui air hujan. Seara alamiah lainnya, adalah
melalui genangan air akibat banjir dari sungai, yang akan menggenangi suatu
daerah selama musim hujan, sehingga tanah yang ada dapat siap ditanami pada
musim kemarau.secara buatan : Ketika penggunaan air ini
mengikutkan pekerjaan rekayasa teknik dalam skala yang cukup besar, maka hal
tersebut disebut irigasi buatan ( Artificial Irrigation ). Irigasi buatan secara umum dapat dibagi dalam 2 ( dua ) bagian :
Irigasi Pompa ( Lift Irrigation ), dimana air diangkat dari sumber
air yang rendah ke tempat yang lebih tinggi, baik secara mekanis maupun manual.
Irigasi Aliran ( Flow Irrigation ), dimana air dialirkan ke lahan pertanian secara gravitasi dari sumber pengambilan air.
Irigasi Aliran ( Flow Irrigation ), dimana air dialirkan ke lahan pertanian secara gravitasi dari sumber pengambilan air.
Sesuai
dengan definisi irigasinya, maka tujuan irigasi pada suatu daerah adalah upaya
rekayasa teknis untuk penyediaaan dan pengaturan air dalam menunjang proses
produksi pertanian, dari sumber air ke daerah yang memerlukan serta
mendistribusikan secara teknis dan sistematis.
Adapun
manfaat dari suatu sistem irigasi, adalah :
1. Untuk membasahi tanah, yaitu
pembasahan tanah pada daerah yang curah hujannya kurang atau tidak menentu.
2. Untuk mengatur pembasahan
tanah, agar daerah pertanian dapat diairi sepanjang waktu pada saat dibutuhkan,
baik pada musim kemarau maupun musim penghujan.
3. Untuk menyuburkan tanah, dengan
mengalirkan air yang mengandung lumpur & zat – zat hara penyubur tanaman
pada daerah pertanian tersebut, sehingga tanah menjadi subur.
4. Untuk kolmatase, yaitu
meninggikan tanah yang rendah / rawa dengan pengendapan lumpur yang dikandung
oleh air irigasi.
BAB III
PEMBAHASAN
Keseimbangan air di alam semakin
hari semakin bergeser. Hal ini disebabkan karena sumber air tawar yang tersedia
di alam jumlahnya terbatas. Padahal kebutuhan air cenderung meningkat sejalan
dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia. Untuk menjaga
keseimbangan air maka perlu kebijaksanaan dalam pemanfaatan sumber daya air.
Salah satu jenis pemanfaatan sumber
air adalah untuk irigasi. Mengingat Indonesia adalah Negara agraris dengan
tanaman dan makanan utama penduduknya adalah beras, maka peran irigasi sebagai
penghasil utama beras menduduki posisi penting. Irigasi memerlukan investasi
yang besar untuk pembangunan sarana dan prasarana, pengoperasian dan
pemeliharaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pengelolaan yang baik, benar, dan
tepat sehingga pemakaian air untuk irigasi dapat seoptimal mungkin.
Jumlah air yang diperlukan untuk
irigasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor alam, juga tergantung pada
macam tanaman serta masa pertumbuhannya. Untuk itu diperlukan sistem pengaturan
yang baik agar kebutuhan air bagi tanaman sapat terpenuhi dan efisien dalam
pemanfaatan air.
Mengingat air yang tersedia di alam
sering tidak sesuai dengan kebutuhan baik lokasi maupun waktunya, maka
diperlukan saluran (saluran irigasi dan saluran drainasi) dan bangunan
pelengkap (misal : bendungan, bendung, pompa air, siphon, gorong-gorong /
culvert, talang air dan sebagainya) untuk membawa air dari sumbernya ke lokasi
yang akan dialiri dan sekaligus untuk mengatur besar kecilnya air yang diambil
maupun yang diperlukan.
Irigasi di Indonesia ini mulai
dikembangkan semenjak indonesia tidak mampu lagi mencapai swasembada beras.
Awalnya irigasi itu sendiri diangap penting oleh pemerintah umumnya dan petani
sendiri khususnya. Semuanya hanya berpikiran bahwa Indonesia ini adalah Negara
yang kaya, makmur, subur serta segalanya mudah sehingga pemikiran untuk jangka
panjag tentang ketersediaan pangan pun tak lagi dihiraukan. Pikiran awal petani
Indonesia dulu hanyalah keberhasilan panen, dan pemerintah hanya bangga karena
saat itu mampu mencapai swasembada beras tanpa harus repot mengupayakan
ketersediaan air dilahan.
Memasuki keadaan seperti sekarang
ini, petani mulai mengeluh tentang minimnya ketersediaan air di lahan sawahnya
khususnya petani-petani daerah jawa. Atas keluhan tersebut berimbas pada
kurangnya minat petani untuk menanam padi lagi. Masalah besar pun jelas terjadi,
ketersediaan beras sebagai makanan utama bangsa Indonesia ini pun jadi mulai
dikhawatirkan tidak tersedia. Mencapai swasembada beras pun kini dirasa
hanyalah mimpi, keberhasilan era orde baru dianggap hanyalah masa lalu yang tak
mungkin terulang lagi.
Jenis-jenis irigasi di Indonesia
adalah :
1. Irigasi permukaan : Mengambil air
dari sumber-sumber yang ada, lalu membuat bangunan penangkapnya, kemudian
mengalirkannya melalui saluran primer dan sekunder ke petak-petak sawah.
2. Irigasi tambak : Mengatur tata air
dari sumber irigasi yang sudah ada melalui system drainase (menahan dan
mengairi padi)
3. Irigasi air tanah : Mengambil air
tanah kemudian memompa dan mendistribusikannya ke petak-petak sawah.
4. Irigasi pompa : Diutamakan untuk
areal persawahan di dataran tinggi.
Berikut ini fungsi irigasi :
1. Memasok kebutuhan air pada tanaman.
2. Menjamin ketersediaan air di musim kemarau.
3. Menurunkan suhu tanah.
4. Mengurangi kerusakan tanah.
Pemerintah
sekarang ini mulai menumbuhkan minat petani untuk kemali berlomba-lomba menanam
padi lagi. Salah satu usaha pemerintah saat ini adalah dengan program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur
Sumber Daya Air Irigasi Kecil (P4-ISDA-IK). Maksud dan Tujuan dari P4-ISDA-IK
adalah menumbuhkan partisipasi masyarakat tani dalam kegiatan rehabilitasi
irigasi kecil sesuai dengan kebutuhan dan berdasarkan prinsip kemandirian agar
terlaksananya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat tani dalam kegiatan
rehabilitasi irigasi kecil dan rehabilitasi terhadap kondisi dan fungsi
prasarana irigasi kecil. Program ini merupakan salah satu bentuk harapan
pemerintah kepada petani agar mau menjalankan misi Negara dengan mau
bersama-sama membangun dan memperbaiki system penyediaan air untuk lahan sawah
mereka.
Dalam program ini sifatnya adalah “dari petani, untuk petani
dan oleh petani” yang berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada
petani untuk berusaha membangun dan mengusahakan agar air bias sampai dan
tersedia di lahan mereka. Hal ini mulai diwujudkan pemerintah karena kesadaran
akan pentingnya ketersediaan air itu sangat penting dan memang harus
diutamakan. Tiga sasaran dari program ini adalah ;
1. Penyediaan air baku.
2. Pengamanan pantai.
3. Perbaikan irigasi kecil.
Inti dari program ini adalah pemerintah
memberikan bantuan berupa dana dan pengawasan langsung kepada desa untuk membangun dan mengerjakan
sendiri proyek pembangunan dan perbaikan irigasinya agar air bisa tersedia
dengan baik di lahan. pembangunan
infrastruktur pertanian yang dilakukan oleh pemerintah biasanya diserahkan
kepada pihak ketiga. Namun, dalam P4 ISDA IK, para petanilah yang diberi
kepercayaan untuk menentukan titik-titik saluran irigasi yang menjadi sasaran
pembangunan dan melaksanakan pembangunan saluran irigasi. Dengan adanya program
ini memang dirasa oleh petani sangat menguntungkan, karena ada banayk manfaat
yang ditimbulkan dengan adanya program ini, diantaranya yaitu :
1. Air tersedia di lahan.
2. Produksi jauh meningkat.
3. Terjalinnya hubungan yang baik antar
petani dalam satu kawasan desa.
4. Mengurangi tingkat kemungkinan
korupsi oleh pihak pemerintah.
5. Mengurangi dana yang seharusnya
dikeluarkan pemerintah.
Kelemahan dari program ini adalah masih memiliki
batasan-batasan tertentu yang menjadi syarat bagi desa yang akan mendapatkan
bantuan dana untuk pembuatan dan perbaikan system irigasi bagi desa mereka.
Diantara syarat tersebut tentunya membuat beberapa desa atau daerah yang
sebenarnya sangat membutuhkan bantuan dana tersebut harus terpaksa rela
menghilangkan harapannya akan ketersediaan air di sawahnya. Pemerintah
mensyaratakan bagi dresa yag akan menerima bantuannya adalah : Desa yang
memiliki irigasi kecil yang luasnya kurang dari 1.000 hektare. Namun
menanggapai masalah tersebut memang pemerintah sudah merevisi aturannya yaitu
menjadi : cakupan kriteria desa yang bisa mengakses program tersebut
berkembang. Payung hukum program percepatan itu ialah Keputusan Menteri PU No
328/2013 tentang Pelaksanaan P4 ISDA IK. Aturan itu juga diperbarui dengan
Keputusan Menteri PU 396/2013, yang juga menetapkan jumlah desa penerima P4
ISDA IK bertambah, dari 4.000 desa menjadi 5.010 desa. Sejumlah kriteria pun
ditetapkan, salah satunya desa yang bersangkutan harus memiliki irigasi dengan
luas di atas 1.000 hektare dan 3.000 hektare pada saluran irigasi sekunder.
Program juga bisa digelar di daerah rawa yang potensial untuk pengembangan
tanaman padi, serta daerah tadah hujan yang ke depannya bisa dijadikan lahan
irigasi.
Dengan
adanya program Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air Irigasi Kecil (P4-ISDA-IK) ini
diharapkan mampu memperbaiki sistem di indonesia ini. System ini sudah membawa
setidaknya sedikit perbaikan terhadap system irigasi di Indonesia ini. Yang
terpenting adalah melalui program ini maka pikiran ataupun paradigma tentang
pentingnya air dan irigasi di lahan itu sangat penting telah meningkat.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari
pembahasan makalah tentang system irigasi di Indonesia ini adalah :
1.
Irigasi memang sangat penting bagi
lahan yang kurang ketersediaan airnya. 2.
Sistem irigasi di Indonesia ini pernah
diabaikan, selama periode sebelum era orde baru.
3.
Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air
Irigasi Kecil (P4-ISDA-IK) adalah solusi atas jawaban permasalahan kurangnya
minat petani menanam padi karena ketersediaan air sawah.
4.
System irigasi di Indonesia masih
sangat minim jika dibandingkan dengan system irigasi di Negara-negara maju.
5.
Pertanian di Indonesia masih kurang
mendapatkan perhatian pemerintah.
B.
Saran
System
irigasi di Indonesia ini memang sudah mulai diusahakan, namun masih sangat
jarang dan minim sekali aplikasinya baik dari pemerintah maupun petani itu
sendiri padahal Indonesia adalah Negara agraris dengan makanan pokok adalah
beras. Situasi dan fakta seperti itulah yang seharusnya menumbuhkan dan
menyadarkan betapa pentingnya system irigasi yang baik di sawah ataupun lahan
pertanian. Kemajuan dengan program-program untuk mewujudkan pertanian yang
berkelanjutan dari pemerintahlah yang menjadi harapan terbesar para petani di
negeri yang kaya ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ardi. 2013. Hasil
Besar Dari Irgasi Kecil. Koran harian media Indonesia : Jakarta.
Acmadi, M. 2013. Irigasi di
Indonesia. Media press : Yogyakarta.
Eko,
Rusdianto. 2013. Perlu Sistem Irigasi yang Layak. Majalah GATRA : Bandung.
Kholid, M. 2009. Krisis Air sawah
Indonesia. Grafindo Media Utama. Yogyakarta.
Racmad, nur. 2009. Irigasi Dan Tata
Guna Lahan. Pt Gramedia : Jakarta.
Teristi, ardi, 2013. Mengatur Air
Terus Mengalir. Koran harian media Indonesia : Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar